Melancong ke Kota Padang… Membayangkan Teluk Bayur Ke Masa Lalu
Selamat tinggal Teluk Bayur permai
Daku pergi jauh ke negri seb’rang…
Ku kan mencari ilmu di negri orang …
bekal hidup kelak di hari tua…..
Penggalan lagu lawas yang dinyanyikan Erni Johan di era 70-an, konon menurut cerita kerabat yang asalnya dari tanah Minang, Bukit Tinggi, selalu diputar di Pelabuhan Laut Teluk Bayur, Sumatera Barat melepas keberangkatan penumpang kapal yang akan pergi merantau. Di salah satu dermaga di bagian atas pelabuhan terdapat lokasi untuk sanak saudara atau pengantar yang akan melepas kepergian saudara mereka. Memang benar gambaran lirik lagu Erni Johan, Lambaian tanganmu kurasakan pilu di dada… tangan para pengantar pun melambai-lambai melepas kepergian keluarga mereka untuk mengarungi luasnya Samudera Indonesia. Tak terasa alunan lagu itu selesai, satu persatu pengantar meninggalkan Pelabuhan Teluk Bayur. Begitulah, Pelabuhan Teluk Bayur menjadi saksi sejarah sejak zaman Kolonial Belanda, tentang perpisahan dan perjumpaan. Tangis, janji, tawa bahagia maupun doa saat mengantar maupun menjemput kerabatnya menjadi ucapan yang tak asing di telinga mereka.
Kapal laut besar yang membawa para perantau menimba ilmu ke negeri seberang atau mengadu nasib untuk menjemput asa menjadi sarana transportasi yang paling hebat ketika itu. Namun seiring kemajuan zaman, moda transportasi kapal laut oleh masyarakat minang kini sudah mulai ditinggalkan. Bahkan saat ini pelabuhan Teluk Bayur yang dulu ibarat jangkar impian hari depan telah sepi oleh penumpang, karena banyaknya pilihan moda transportasi mulai dari jenis bus antar provinsi hingga penerbangan pesawat dengan biaya terjangkau dan menempuh waktu perjalanan yang tidak lama. Kegiatan yang tersisa hanya untuk lalu lintas barang antar pulau yang membawa CPO, bungkil, beras, karet, semen, batu bara dan lain sebagainya.
Pelabuhan Teluk Bayur yang terdapat di Kota Padang, provinsi Sumatera Barat ini dibangun antara tahun 1888-1893 pada zaman kolonial Belanda oleh seorang arsitek bernama Ir. J.P Yzeman. Awalnya bernama Emmahaven diambil dari nama Ratu di Belanda, yaitu Ratu Emma. Fungsi utama pelabuhan Emmahaven pada masa itu adalah sebagai pintu gerbang antar pulau baik untuk penumpang maupun hasil bumi yang kemudian juga berkembang sebagai pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor dari dan ke Sumatera Barat.
Keindahan alam juga bisa kita lihat di sekitar pelabuhan ini. Pemandangan Samudera Hindia akan terlihat dari bukit sekitar Teluk Bayur. Pepohonan kelapa menambah indahnya alam Teluk Bayur saat daunnya melambai tertiup angin, dipadu padankan dengan birunya langit dan air laut yang menghampar ditemani pasir putih yang luas di tepian pantai. Beningnya air laut dan dasar lautnya yang dangkal bisa terlihat mata. Memang sungguh indah alam Teluk Bayur keindahannya sangat lengkap, lautan, pantai dan bukit-bukit melengkapi pemandangan yang langsung terhampar ke Samudera Indonesia.
Rancaknya Kota Padang
Dari Pelabuhan Teluk Bayur kami menuju ke Pantai Aie Manih Atau Pantai Air Manis, salah satu tempat wisata di Padang yang juga terkenal, bahkan sudah mendunia dengan legenda Malin Kundang yang dipercaya sebagai bukti bahwa legenda tersebut memang benar-benar nyata. Kisah Malin Kundang sendiri bercerita tentang seorang anak yang tidak mengakui ibu kandungnya sendiri setelah ia menjadi seorang yang kaya raya. Kemudian Malin Kundang dikutuk menjadi batu, dan batu tersebut berada di Pantai Aie Manih (Pantai Air Manis). Selain terkenal dengan batu Malin Kundang, pantai ini juga menawarkan pemandangan yang indah dengan Gunung Padang sebagai latarnya, serta gelombang yang aman untuk wisata pantai. Para peselancar air pun banyak memanfaatkan pantai ini untuk menyalurkan hobinya, bahkan wisatawan dari luar negeri setiap akhir minggu menyempatkan waktunya untuk berselancar air. Sabtu dan minggu merupakan waktu yang ramai untuk Pantai Air Manis dikunjungi wisatawan, baik dari luar kota Padang seperti Pekanbaru, Jambi dan daerah lainnya maupun dari luar negeri.
Siangnya saat waktu makan tiba, kami berkesempatan menikmati gulai Kapalo Ikan yang merupakan masakan khas padang dan banyak digemari masyarakat Indonesia. Untuk menuju lokasinya di Bungus, kami melewati Pelabuhan Teluk Bayur di luar lokasi pelabuhan dan ternyata pemandangan alamnya pun tak kalah elok, namanya Pantai Nirwana lokasinya kurang lebih sekitar 14 km sebelah selatan kota Padang. Pantai yang berlokasi tidak jauh dari Pelabuhan Teluk Bayur ini adalah salah satu tempat wisata di Padang yang paling disukai karena akses yang mudah dan jaraknya yang tidak jauh. Kata rekan yang mengantar kami, waktu terbaik untuk berkunjung ke Pantai Nirwana adalah pada sore hari, karena dapat menikmati indahnya matahari terbenam, dilanjutkan dengan pemandangan lampu sorot dari Pelabuhan Teluk Bayur.
Melihat-lihat Kota Tua dari Jembatan Siti Nurbaya
Tidak terlalu jauh dari Kota Padang ke arah Selatan melewati Pelabuhan lama di Muaro Batang Arau, sekitar pukul 16.30 kami singgah sejenak di Jembatan Siti Nurbaya, tidak sampai satu jam kami berada di Jembatan Siti Nurbaya, tetapi sudah cukup buat kami untuk menikmati pemandangan dari atas jembatan bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang arsitekturnya klasik, berdampingan dengan kawasan Pecinan, dengan Kelenteng See Hin Kiong. Ditambah lagi kapal-kapal speedboat terlihat sedang bersandar dipinggiran pelabuhan muara. Jembatan Siti Nurbaya adalah jembatan yang membentang sepanjang 60 meter di atas Muara Batang Arau, Kota Padang, menghubungkan daerah kota tua dengan wilayah di sekitar bukit Gunung Padang.
Jembatan Siti Nurbaya menjelang sore tiba ternyata menjadi tempat wisata penduduk setempat. Berbagai makanan kecil yang masih hangat disediakan para penjaja makanan disana dengan tempat duduk yang telah disediakan di pinggir-pinggir jembatan. Dan memang tepat rasanya kalau kami datang pada jam tersebut, karena waktu yang paling cocok adalah pada waktu menjelang matahari terbenam, kita bisa menyaksikan keindahan pemandangan matahari terbenam dari jembatan tersebut. Setelah itu area di sekitar jembatan akan dipenuhi oleh para penjual makanan yang menawarkan kuliner khas Padang dengan harga yang cukup bersahabat. Di sini Anda dapat mencicipi sate padang, soto padang, pisang bakar,jagung bakar dan berbagai minuman khas yang melengkapi plesiran di Jembatan Siti Nurbaya.
Di jembatan ini pula kita bisa menikmati keindahan lereng Bukit Gunung Padang dimana tokoh legenda Siti Nurbaya dimakamkan. Bukit tempat disemayamkannya jasad Siti Nurbaya ini memiliki nama yang sama dengan Jembatan Siti Nurbaya, yaitu bukit Siti Nurbaya. Lereng Gunung Padang pun tidak terlihat sepi karena dipenuhi kerlap-kerlip lampu dari pemukiman penduduk di sekitar bukit. Begitu pula dengan permukaan air sungai Batang Arau di bawah jembatan yang terlihat berkilauan karena memantulkan cahaya lampu aneka warna dihiasi pula jejeran kapal speedboat yang ditambat di pelabuhan muara menambah cantiknya pemandangan di Jembatan Siti Nurbaya.
Perjalanan kami lanjutkan dengan menyusuri Pantai Padang, matahari terlihat sudah mulai tenggelam, namun suasana Pantai Padang tidak pernah sepi dari pengunjung. Deburan ombaknya semakin tinggi tetapi tidak mengurangi rasa takut pengunjung untuk menikmati panorama alam laut Padang. Pantai Padang berlokasi di pusat kota Padang, Pantai Padang sangatlah mudah untuk dicapai maka tak heran lokasi ini selalu dipadati oleh warga kota Padang yang ingin menyegarkan pikiran dari segala rutinitas sehari-hari. Dipantai yang tidak memiliki pasir ini, terdapat area bermain anak-anak dan resto-resto dengan dengan menu masakan ikan laut. Menimati eloknya panorama kota Padang harus kami akhiri sampai di Pantai Padang, karena hari sudah menjelang malam, meski belum lengkap kami mendatangi lokasi wisata di kota rancak ini tetapi karena keterbatasan waktu dan saatnya kami untuk berisitirahat dan mempersiapkan diri kembali ke Jakarta esok harinya.
Komentar
Posting Komentar