Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Menyusuri Entikong

Gambar
Jalan-jalan di Entikong ternyata romantis, semua sisinya menawarkan kenangan dalam keindahan. Alunan musik lawas mengiringi langkah kami dari Supadio Pontianak menyusuri jalan sunyi menuju daerah terpencil bernama Entikong. Kiri dan kanan kami tampak hutan dan sungai mendominasi. Tak pelak, sepanjang perjalanan kami disuguhi hutan lebat, kelok sungai, perkebunan sawit yang kurang terurus, dan sesekali terdapat perkampungan kecil khas dayak, dengan segala atributnya. Asyik kami dibuatnya. Namun, goncangan bus membuat badan terasa sakit manakala melintasi gelombang jalan berlubang. Rupanya beberapa ruas jalan yang kami lalui kondisinya memang memprihatinkan. Kata orang daerah perbatasan merupakan garda terdepan sebuah bangsa, hal itu sangat benar adanya. Namun kita tidak sedang membahas daerah perbatasan di Indonesia dengan segudang permasalahannya. Melainkan dari keunggulannya. Daerah perbatasan ini cukup dikenal luas karena beragam problematika yang mengirinya. Masalah

Pantai Lampuuk, Keindahan Alam Aceh yang Mempesona

Gambar
 Hari ke-3 kami mengunjungi Banda Aceh dan Sabang, tibalah untuk kami melepas penat dari aktifitas kerja. Sesampainya di Banda Aceh sepulang dari Sabang, hari itu waktu menunjukkan pukul 09.00 WIB.  Setibanya dari Pelabuhan Ferry, Ulee Lheue kami bergegas menuju mobil yang telah menunggu kami. Kami bertiga, saya, Irfan, dan Supomo pun berputar-putar kota Banda Aceh sambil memutar otak, tujuan mana lagi yang akan kami datangi. Ahaaa..! Irfan ada ide buat kita jalan-jalan ke Pantai Lampuuk yang perjalanannya bisa ditempuh kurang lebih 1 jam dari kota Banda Aceh. Mobil pun berputar haluan mengarah ke Pantai Lampuuk. Bisa dibilang kami berpacu dengan waktu, karena jadwal penerbangan kami kembali ke Jakarta pukul 17.00 WIB, paling tidak satu jam sebelumnya kami sudah harus stand by di Bandara Sultan Iskandar. Perjalanan yang kami lewati dari Banda Aceh menuju pantai Lampuuk sungguh menyenangkan, hamparan pohon kelapa dan pinus, jalan aspal yang mulus, hamparan sawah yang hijau

Kuburan Unik Masyarakat Desa Trunyan

Gambar
Kalau berkunjung ke Bali, tak ada salahnya  ke desa adat Trunyan yang lokasinya berada di tepi Danau Batur, Kintamani, Bali. Begitu juga yang kami lakukan saat berkesempatan bertugas ke Bali. Dengan ditemani dua rekan saya, Valty dan Doni, Desa Trunyan adalah salah satu sasaran untuk kami kunjungi. Berangkat pagi hari pukul 9.00 WITA dari Legian tempat kami menginap, Made yang menjadi  driver sekaligus pemandu kami menuju desa Trunyan.Setelah menempuh waktu selama kurang lebih dua jam mulailah nampak Gunung Batur yang dikelilingi sebuah danau besar bernama Danau Batur yang berada di wilayah Kabupaten Bangli, Kecamatan Kintamani. Melihat beningnya danau dan sejuknya hawa pegunungan siang itu ingin rasanya kami cepat-cepat menuju ke Trunyan. Setelah  setuju dengan harga yang telah disepakati, berangkatlah kami menuju Terunyan dengan menempuh perjalanan selama kurang lebih tigapuluh menit dengan perahu.Meski menyeramkan, tak sedikit wisatawan yang penasaran dan ingin melihat s

Menyusuri Jalur Tengah Jawa-Sebuah Catatan Perjalanan

Gambar
Sudah sering melakukan perjalanan tugas dari kota ke kota di Indonesia, bedanya  kali ini saya tidak menjalaninya sendiri atau berdua saja. Ceritanya kami berdua, saya dan rekan Supomo, ingin mengangkat profil sebuah komunitas sepeda Customs Cycling Club (CCC) yang ada di kota Solo, Jawa Tengah dan Surabaya, Jawa Timur. Rencana untuk menggunakan fasilitas pesawat, kereta api atau bus malam sudah ada dalam angan-angan kami, hanya saja kebetulan Pembina sekaligus Manager Tim CCC yang ada di Kota Solo, Muhammad Ircham  sedang berada di Jakarta. Mendengar rencana kami tersebut, ia menawarkan kami berdua untuk menempuh perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan roda empat. “Ya hitung-hitung menemani pak Ircham, okelah bisa kita jajal,” kata Supomo menanggapi ajakan Pak Ircham.  Meski melakukan perjalanan tugas diluar kebiasaan ini, 8 Februari 2014, tepatnya hari Sabtu,  kami memutuskan untuk berangkat ke Solo. Saya dan Pak Ircham, yang merupakan pensiunan pegawai Bea dan Cukai j

Menuju 2368 Mdpl Eksotika Kawah Ijen

Gambar
Pagi belum juga menyembulkan wajahnya. Disaat orang-orang masih terlelap dengan buaian mimpinya, sekelompok penambang memilih bersiap-siap menanggalkan pulasnya tidur dan menantang dinginnya malam untuk menyongsong rejeki meski hari masih malam. Begitulah kehidupan mereka, kegiatan ekonomi mereka dimulai sejak pukul duabelas malam atau pukul 24.00 WIB malam, suatu pekerjaan diatas rata-rata kemampuan orang yang kenyataannya kami saksikan sendiri. Sungguh miris perasaan ini menyaksikan polah para pengais belerang. Keinginan untuk menghilang sejenak dari kehidupan hiruk pikuk perkotaan, sekedar untuk memandang bintang di langit malam hari dan pesona kawah Ijen yang tersohor itulah yang membulatkan tekad saya dan rekan saya, Dico untuk mendaki Gunung Ijen. Saat yang tepat untuk menyaksikan keindahan Ijen adalah pada dini hari antara pukul 02.00 hingga 04.00, saat itu kita dapat menyaksikan bagaimana pijaran api biru. Kami tiba di kaki gunung untuk memulai pendakian sekitar pu